Keprirelasipublik.com BINTAN- Aktivitas penimbunan Hutan Mangrove yang dilakukan oleh PT. Sinar Bhodi Cipta di Kampung Beringin Tokojo Kelurahan Kijang Kota Kecamatan Bintan Timur (Bintim) Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau sampai saat ini masih saja berlangsung, tanpa ada tindakan apapun dari penegak hukum, padahal aktivitas tersebut patut diduga telah menyalahi aturan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana yang telah diubah menjadi UU No. 1 Tahun 2014.
Salah satu tokoh masyarakat setempat, yang juga aktivis peduli ekosistem Magrove, Rasyid (55) kepada media ini mengatakan pihaknya menyayangkan tidak adanya tindakan hukum terhadap pengrusakan ekosistem mangrove atasnama pembangunan itu.
“Aktivitas ini sudah berjalan sejak tahun 2014 lalu, dan sampai saat ini masih berlangsung, saya menduga kegiatan itu juga dilakukan oleh salah satu oknum pengusaha yang bercokol di daerah Bintan Timur,” ungkap Rasyid, Rabu (21/7/2021).
Rasyid menceritakan bahwa dirinya sudah mengikuti perkembangan aktivitas penimbunan magrove itu sejak tahun 2014 yang lalu.
Dimana pada waktu itu, karyawan dari PT Sinar Bodhi Cipta, Nasrun menemuinya dikediamannya dengan membawa dan memperlihatkan surat izin alokasi penimbunan dari pihak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bintan.
Surat izin tersebut berupa rekomendasi UKL/UPL untuk kegiatan pembangunan kompleks perumahan di Tokojo Bintan Timur tertanggal 10 Oktober 2014.
“Luas areal yang diterbitkan izinnya 3,2 hektar, anehnya pada tahun 2014 itu juga, luas areal tersebut berubah menjadi 18 hektar, dengan Sertifikat Nomor 331 Tahun 1999 dan Sertifikat Nomor 731 Tahun 2006,” bebernya.
“Namun setelah saya telusuri secara seksama terlihat kejanggalan dalam aktivitas penimbunannya karena berdasarkan rekomendasi izin yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Bintan tidak sesuai dengan peruntukannya,” sambung Rasyid
Dan pada waktu itu, tambah Rasyid, garis pantainya yang ditimbun dengan ketentuan jarak 100 meter dari sepadan pantai,
“Tetapi anehnya kok, yang ditimbun dari garis pantai ke laut, itu kan sama saja dengan Reklamasi namanya, habislah bakau-bakau itu jadinya,” ungkapnya Geram
Dan tentunya hal itu sudah jelas melanggar ketentuan UU yang berlaku dengan mengubah konvensi yang artinya, pengalihan atau penukaran dengan ekosistem mangrove yang tidak boleh dialih fungsikan atau penukaran magrove nya.
Seingat Rasyid, lahan magrove tersebut sudah dilakukan pelarangan atau dipolice line dan dipasang plang mengenai pelarang melakukan aktivitas penimbunan ekosistem mangrove
“Saya meminta agar lokasi tersebut dikorek kembali dan ditanami Magrove kembali dan pihak-pihak yang melakukan penimbunan Magrove tersebut agar ditarek ke meja hijau, karena ini sudah termasuk pelanggaran terhadap UU,” Imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan Instruksi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, telah menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk tidak ragu mengusut tuntas kasus-kasus yang dilakukan oleh mafia tanah di seluruh Indonesia.
Upaya itu sejalan dengan instruksi dari Presiden Joko Widodo yang fokus untuk memberantas praktik mafia tanah di Indonesia.
Karena itu, Kapolri Sigit menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk bekerja secara maksimal dalam memproses hukum kasus-kasus mafia tanah.
Ia juga menegaskan kepada jajarannya untuk menindak siapa pun aktor intelektual di balik sindikat mafia tanah.
“Karena masalah mafia tanah menjadi perhatian Bapak Presiden, saya minta untuk jajaran tidak perlu ragu, proses tuntas, siapa pun beking-nya,” kata mantan Kabareskrim Polri ini pula.
Menurutnya, pemberantasan mafia tanah merupakan bagian dari program Polri Presisi atau pemolisian Prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan.
(TIM)